SEJARAH SAPTONAN TRADISI BERKUDA DAN MENOMBAK DI KAB. KUNINGAN

Saptonan merupakan tradisi yang masih hidup di Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Saptonan ini merupakan salah satu warisan leluhur Kabupaten Kuningan yang berupa lomba ketangkasan dalam menunggangi kuda dan memasukan tombak ke dalam lubang yang ada di bawah ember yang digantung di atas tempat yang telah disediakan.

Jika tombak peserta permainan ini bisa melalui cincin tanpa menumpahkan airnya, maka dialah pemenangnya. Selain keluarga kerajaan, para pemain Saptonan ini biasanya adalah para demang atau kepala desa dan tumenggung atau camat yang ada di Kabupaten Kuningan.

Dikisahkan, Saptonan mulai dilakukan pada Zaman Adipati Ewangga memerintah Kabupaten Kuningan. Sang Adipati mempunyai kuda kesayangan dengan nama Windu. Walaupun kudanya berukuran kecil tapi gerakan kuda tersebut sangat lincah dan cepat. Seperti disimbolkan dengan ‘Kuda’ orang-orang Kuningan walaupun kecil-kecil tetapi semangat juangnya kuat.

Namun seiring perkembangan zaman, rupanya permainan ini juga disukai masyarakat biasa terutama mereka yang mempunyai kuda. Hingga akhirnya berkembang dan kini menjadi agenda rutin tahunan masyarakat Kuningan yang pesertanya bisa dari kalangan manapun.

‘Tradisi Saptonan ini selalu digelar setiap tahun dalam rangka hari jadi Kuningan. Selain itu juga tradisi Saptonan menjadi sebuah hiburan bagi warga serta guna melestarikan budaya lokal terutama bagi generasi muda agar dapat mengenal sejarah Kuningan,” kata Bupati Kuningan Acep Purnama, dalam rangka hari jadi Kuningan yang ke 521 di Lapangan Bola Kertawangunan, Kuningan, Jawa Barat, Selasa 3 September 2019.

Acep Purnama berharap dengan digelarnya tradisi ini dapat meningkatkan promosi pariwisata agar para wisatawan mancanegara dan wisatawan lokal mau berkunjung ke Kuningan. Sementara itu sejumlah warga pun antusias melihat gelaran tradisi Saptonan yang digelar Pemkab Kuningan setiap tahun. Warga yang sudah lama menunggu langsung menyerbu hasil bumi yang dipersembahkan setelah diarak. Para warga pun saling berebut hingga saling dorong, mereka masih mempercayai dengan apa yang berhasil diambil merupakan perlambang berkah yang natinya akan diperoleh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *